Asap Cair untuk Susu
RINGKASAN
Susu merupakan bahan pangan yang bernilai
gizi tinggi, mudah dicerna dan nutrisi
lengkap yang dibutuhkan manusia. Oleh karena itu, susu merupakan media yang
baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Susu sangat mudah mengalami kerusakan
apabila managemen pemerahan tidak dilaksanakan dengan baik.
Susu
yang dihasilkan oleh ternak yang sehat akan menghasilkan susu yang sehat pula.
Pencemaran baru terjadi setelah susu keluar dari puting. Oleh sebab itu
penanganan susu agar tetap memenuhi syarat kualitas susu segar yang ditetapkan
oleh SNI.No.:01-6366-2000 bisa tercapai dan masyarakat dapat memperoleh dan
mengkonsumsi susu yang sehat dan berkualitas baik. Susu yang
kurang baik, akan memperpendek masa simpannya dan menurunkan kualitasnya. Tindakan yang umum dilakukan oleh peternak
ialah memasukan susu kedalam pendingin sehingga tidak efektif dilakukan oleh
peternak karena biaya fasilitas pendingin yang mahal.
Alternatif lain yang dapat dilakukan untuk
dapat menjaga meningkatkan kualitas serta memperpanjang masa simpan susu adalah
dengan penambahan asap cair berherbal. Asap cair
umumnya digunakan masyarakat dalam pengawetan ikan dan daging, karena Asap cair mengandung senyawa–senyawa yang bersifat antibakteri dan
antioksidant sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Selain itu asap
cair perlu diperkaya dengan herbal karena mengandung antioksidan alami yang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting
untuk mempertahankan mutu produk pangan. Berbagai kerusakan seperti ketengikan,
perubahan nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain
pada produk pangan karena oksidasi dapat dihambat oleh antioksidan.
Penelitian
ini merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan dilaboratorium Ternak
Perah, Fakultas Peternakan, Unand. Rancanagan yang digunakan adalah rancangan
acak kelompok faktorial 4x4 dengan 3 ulangan. Faktor A adalah
dosis asap cair (0%, 1%, 2%, dan 3%). Faktor B adalah Herbal (herbal 0%, 0.02%
kunyit putih, 0.06% kunyit mangga dan 0.03% jintan). Peubah yang
diukur yaitu pH, total bakteri, kadar
lemak, kandungan antioksidan dan masa simpan.
Luaran
dari penelitian ini adalah memperoleh dosis asap cair berherbal yang dapat
meningkatkan kualitas dan memperpanjang masa simpan susu segar serta
meningkatkan pendapatan peternak karena memperpanjang waktu penyaluran ke
konsumen dan menghasilkan susu berantioksidan Luaran lain dari penelitian ini
adalah publikasi pada jurnal nasional
/internasional.
BAB 1. PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Kandungan
gizi yang lengkap menempatkan susu sebagai pangan bernilai tinggi, di sisi lain
dengan kandungan gizi yang lengkap susu juga menjadi media tumbuh paling baik
bagi perkembangbiakan mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit pada
manusia. Secara alamiah susu yang berasal dari ternak yang sehat akan
menghasilkan susu yang steril dari mikroorganisme. Tetapi begitu susu keluar
dari puting, proses kontaminasi mikroorganisme akan berlangsung. Mikroorganisme
lainnya akan masuk ke dalam susu selama proses pemerahan, transportasi, dan
penyimpanan, jika peralatan yang digunakan selama ketiga proses yang dimaksud
tidak bersih, terjaga, dan steril. Mikroorganisme yang terdapat pada susu diantaranya bakteri, ragi dan jamur. Dengan
adanya mikroorganisme tersebut maka susu sapi segar akan mudah rusak, hanya
selang empat jam setelah pemerahan, susu segar akan berangsur-angsur menurun
kualitasnya, rusak atau membusuk (Anang, 2004).
Susu
yang baru diperah harus segera ditangani agar kualitasnya tetap baik. Berbagai
tindakan dilakukan untuk mempertahankan kualitas susu dan memperpanjang masa
simpan susu segar. Salah satu tindakan sederhana yaitu dengan pendinginan susu ke dalam lemari
es atau freezer, atau cara lain susu disimpan dalam milkcan kemudian direndam dalam air dingin yang mengalir. Pada suhu
rendah metabolisme bakteri akan terganggu sehingga kemampuan berkembangbiaknya
menjadi terbatas. Bagi peternak kecil tindakan tersebut
bukan merupakan tindakan efisien yang dapat dilakukan karena penyediaan
fasilitas pendingin dan pengadaan milkcan
memerlukan biaya yang relatif mahal. Tindakan alternatif lainnya untuk dapat
menjaga dan meningkatkan kualitas susu serta memperpanjang masa simpan susu
dapat dilakukan dengan penambahan asap cair berherbal.
1
|
Asap
cair berherbal adalah asap cair yang telah dilakukan destilasi dan ditambahkan
antioksidan alami untuk meningkatkan mutu bahan makanan. Siskos et al. (2007) juga mengemukakan bahwa
asap cair herbal mengandung beberapa zat antimikroba. Penambahan antioksidan
kedalam pembuatan asap cair diperlukan untuk mengurangi cemaran bahan berbahaya
dan meningkatkan kandungan antioksidan nantinya di dalam susu. Kandungan
antioksidan dalam susu akan menguntungkan konsumen yang mengkonsumsi susu
berantioksidan ini, karena antioksidan
dapat mengikat radikal bebas yang berada dalam tubuh sebagai akibat stress
lingkungan dan pada akhirnya akan meningkatkan daya tahan tubuh konsumen.
Seperti yang disampaikan oleh Nurdin dkk., (2011), Nurdin dkk., (2012) dan
Nurdin dkk.( 2014) bahwa pemberian antioksidan dalam ransum sapi perah dapat
meningkatkan kandungan antioksidan dalam susu dan menurunkan kandungan logam
berat dan racun-racun yang terdapat di lingkungan.
Penelitian
ini menciptakan inovasi baru dalam mempertahankan kualitas, menghasilkan susu
berantioksidan dan dapat memperpanjang masa simpan susu, sehingga dapat
menjawab permasalahan yang dihadapi oleh peternak sapi perah terutama peternak
kecil yang memiliki lokasi peternakan yang jauh dari pemukiman, lokasi yang
belum dialiri istrik dan transportasi yang sulit. Penanganan susu segar penting
artinya dalam mempertahankan kualitas sebelum sampai ke konsumen. Susu segar
yang tidak ditangani dengan baik akan menurunkan kualitas yang pada akhirnya
akan menurunkan pendapatan peternak.
Tujuan
Tujuan
khusus dari penelitian ini adalah memperoleh inovasi baru dalam mempertahankan kualitas, menghasilkan susu
berantioksidan dan dapat memperpanjang masa simpan susu.
Urgensi penelitian
Urgensi
(keutamaan) dari penelitian ini adalah banyaknya susu yang mengalami penurunan
kualitas akibat susu yang diperah tidak ditangani secara baik dan benar yang
disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan mahalnya biaya yang dikeluarkan
untuk penanganan awal dari susu segar. Terutama peternak kecil yang tidak
memiliki fasilitas untuk melalakukan penanganan. Penambahan asap cair berherbal
dapat menjaga serta meningkatkan kualitas susu segar dengan antioksidan yang
tinggi selain itu asap cair berherbal dapat memperpanjang masa simpan susu.
Luaran yang Diharapkan
Luaran dari penelitian ini adalah
memperoleh konsentrasi asap cair berherbal yang dapat meningkatkan kuanlitas
dan memperpanjang masa simpan susu segar dan meningkatkan pendapatan peternak
karena memperpanjang waktu penyaluran ke konsumen. Luaran lain dari penelitian
ini adalah publikasi pada jurnal nasional dan atau internasional.
Manfaat
Dari Kegiatan Ini
a. Memperoleh konsentarsi asap cair berherbal yang tepat
dalam menjaga kualitas susu, menghasilkan susu berantioksidan dan memperpanjang
masa simpan susu
b. Memberikan
informasi pada peternak sapi perah bahwa asap cair berherbal dapat menjaga
kualitas susu, menghasilkan susu berantioksidan dan memperpanjang masa simpan
susu segar
c. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah yang bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan khususnya
tentang potensi asap cair herbal.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Susu
merupakan bahan makanan sempurna yang mengadung nilai gizi yang tinggi sehingga
baik untuk dikonsumsi oleh manusia. Menurut Buckle dkk (1987), rata-rata
komposisi susu untuk semua kondisi dan
jenis sapi perah adalah 3,9 % lemak, 3,4% protein, 4,8% laktosa, 0,72% abu dan
87,10% air. Disamping itu juga terdapat bahan lain dalam jumlah sedikit seperti
sitrat, enzim, fosfolipid, vitamin A, vitamin B, dan vitamin C.
Secara
alami, susu mengandung mikroorganisme kurang dari 5 x 103/ml
jika diperah
dengan cara yang benar dan berasal dari sapi yang sehat (Jay
1996).
Berdasarkan
SNI 01-6366-2000, batas cemaran mikroba dalam susu segar
adalah Total Plate Count (TPC) <1 x 106 cfu/ml, koliform < 2 x
101 cfu/ml, Staphylococcus aureus 1 x 102 cfu/ml,
Escherichia coli negatif, Salmonella
negatif, dan Streptococcus group B
negatif. Beberapa bakteri seperti Listeria
monocytogenes, Camphylobacter jejuni,
E.coli, dan Salmonella sp. dilaporkan
mengontaminasi susu dengan prevalensi kecil (Jayarao et al. 2006).
Mikroorganisme
tersebut akan berkembang, apabila susu tidak ditangani secara
benar , karena mikroorganisme tersebut
akan berkembang sangat cepat sesuai deret ukur, sehingga susu sapi
segar akan berkurang kualitasnya dan akan rusak. Hanya
selang empat jam setelah pemerahan susu segar akan berangsur-angsur menurunkan
kualitasnya, rusak atau membusuk (Anang, 2004). Tanpa adanya tindakan awal yang
diberikan pada susu segar, susu memiliki masa simpan selama 4 jam. Masa simpan
sebuah produk adalah lamanya waktu dimana sebuah pangan dapat disimpan pada
kondisi penyimpanan yang disarankan sesuai petunjuk penyimpanannya dan selama
itu masih terjaga kesegaran dan kualitasnya yang dapat diterima (Cornell
University, 2000). Sedangkan menurut Codex (CAC/RCP 57-2004), shelf-life adalah
periode dimana sebuah produk dapat terjaga keamanannya dari dampak perkembangan
mikrobiologis dan kelayakannya untuk dikonsumsi, pada suhu penyimpanan yang
spesifik, dan tegantung pula pada tempat, kondisi penyimpanan, dan penanganan
sebelumnya.
Menurut
Codex (CAC/RCP 57-2004), shelf
life produk susu dipengaruhi oleh
sejumlah faktor, antara lain (1)
kendali mutu mikrobiologis yang diterapkan, termasuk suhu penyimpanan; (2)
metode pendinginan selama penanganan dan proses produksi; (3)
jenis kemasan yang digunakan; (4) dan potensi atau kemungkinan kontaminasi
pasca proses produksi.Shelf
life produk susu juga
dibatasi oleh perubahan mikrobiologis dalam susu (misalnya karena pertumbuhan
bakteri patogen sampai tingkat tertentu menyebabkan kerusakan produk susu).
Saat menentukan shelf life, produsen
produk susu bertanggungjawab untuk menjamin dan mendemonstrasikan bagaimana
keamanan dan kelayakan produk susu yang dihasilkannya dapat bertahan selama
kurun waktu maksimum tertentu, termasuk memperhitungkan potensi kontaminasi
yang tidak terantisipasi akibat penyimpangan
suhu yang bisa terjadi selama proses pembuatan, penyimpanan, distribusi,
penjualan, hingga penanganannya oleh konsumen.
Salah
satu cara yang digunakan untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan seperti
ikan, daging dan telur adalah dengan menggunakan asap cair. Asap cair merupakan campuran terlarut dari disperse asap tempurung dalam
air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil priolisis tempurung atau
merupakan kondensat dari asap tempurung yang didalamnya terkandung berbagai
unsure senyawa dengan titik didih yang berbeda beda.
Factor yang sangat penting yang mempengaruhi konsentrasi dan komposisi asap
cair, yaitu suhu pada saat priolisis dan jenis bahan yang digunakan (Girrad,
1992).
Asap
cair mengandung berbagai senyawa yang
dapat dikelompokkan ke dalam fenol, asam dan karbonil (Pszczola, 1995). Senyawa
kimia utama yang terdapat di dalam asap antara lain asam formiat, asetat,
butirat, kaprilat, vanilat dan asam siringat, dimetoksifenol, metal glioksal
furfural, methanol, etanol, oktanol, asetaldehid, diasetil, aseton dan 3,4
benzopiren (Lawrie, 2003). Senyawa kimia tersebut dapat berperan sebagai
bakteriostatik, bakteriosidal dan dapat menghambat oksidasi lemak sehingga
dapat menghambat pertumbuhan mikroba yang pada akhirnya lama penyimpanan dapat
diperpanjang. Asap cair juga mengandung senyawa yang merugikan yaitu ter dan
senyawa benzopiren yang bersifat toksik dan karsinogek serta menyebabkan
kerusakan asam amino esensial dari protein dan vitamin-vitamin. Pengaruh ini
disebabkan adanya sejumlah bahan kimia yang terdapat dalam asap cair yang dapat
melakukan reaksi-reaksi dengan komponen bahan makanan (Pszczola, 1995).
Penambahan
herbal dalam asap cair diperlukan agar bahan-bahan beracun atau berbahaya bagi
kesehatan dapat dinetralisir oleh antioksidan yang terdapat dalam herbal,
sehingga manfaat asap cair menjadi maksimal. Antioksidan
adalah zat penghambat reaksi oksidasi akibat radikal bebas yang dapat
menyebabkan kerusakan asam lemak tak jenuh,membran dinding sel, pembuluh darah,
basa DNA, dan jaringan lipid sehingga menimbulkan penyakit.
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1.
Alat dan Bahan
Materi dalam
penelitian ini adalah sus segar hasil pemerahan pagi hari yang diperoleh dari
peternakan sapi perah di kota Padang dan asap cair yang diperkaya herbal
dilakukan di laboratorium ternak perah Fakultas Peternakan Unand. Bahan lain yang digunakan dalam
penelitian ini adalah alcohol
70%, pepton water, Medium PCA, heksana atau pelarut lemak lainnya, aquades,
larutan DPPH dan etil asetat. Sedangkan alat yang digunakan petridisk, vortexs,
tabung reaksi, kapas, coloni counter, mikropipet,
babcock, labu, gelas ukur, oven, desikator, pH meter, kuvet, beaker glass, bola
hisap, corong dan tisu.
3.2.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metoda
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial 4x4 dengan 3 ulangan.
Perlakuan faktor A adalah konsentrasi asap cair (0%, 1%, 2% dan 3%), dan faktor
B adalah herbal (herbal 0%, 0.02% kunyit
putih, 0.06% kunyit mangga dan 0.03% jintan). Peubah yang diamati yaitu pH, total bakteri, kadar lemak,
kandungan antioksidan dan masa simpan.
Faktor A :
A1
= Penambahan konsentrasi asap cair 0%
A2
= Penambahan konsentrasi asap cair 1%
A3
= Penambahan konsentrasi asap cair 2%
A4
= Penambahan konsentrasi asap cair 3%
Faktor B :
B1
= Penambahan konsentrasi herbal 0%
B2
= Penambahan konsentrasi herbal 0,02% kunyit putih
B3
= Penambahan konsentrasi herbal 0,06% kunyit mangga
B4
= Penambahan konsentrasi herbal 0,03% jintan
Pengaruh
antar perlakuan diuji dengan menggunakan Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT) berdasarkan Steel dan Torrie (1995).
3.2.1. pH
Pengukuran
pH dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Sebelum digunakan, alat
dikalibrasi terlebih dahulu, kemudian distandarisasi dengan menggunakan dua
larutan buffer, yaitu pH 7,
kemudian pH sampel di ukur dengan mencelupkan elektroda ke
dalam sampel (25ml), kemudian dilakukan pembacaan setelah dicapai nilai yang
tetap.
3.2.2. Perhitungan
Total Bakteri Patogen
Perhitungan total bakteri patogen dilakukan dengan metode plating (Rahayu dan Margino, 1997). Sampel
1 ml diencerkan dalam
beberapa kali pengenceran, dengan menggunakan pepton water 9
ml, kemudian sampel
yang telah diencerkan diambil 0,1ml di tuangkan kepermukaan media PCA (Plate Count Agar). Jumlah bakteri patogen dihitung untuk setiap kali pengenceran.
Total koloni bakteri patogen (CFU / Colony Forming Unit / g) =
Total koloni patogen
3.2.3. Kadar
Lemak (metode Babcock)
Memasukkan
sampel susu segar sebanyak 10 ml kedalam Babcock, kemudian dipanaskan sehingga
suhu mencapai 20 sampai 300C, lalu ditambahakan H2SO4 dan dicampur
dengan baik sehingga timbul gumpalan-gumpalan didalam susu setelah itu
disentrifus selama 5 menit. Kemudian botol Babcock dimasukkan dalam air hangat
atau dengan suhu 71,100 C dan suhu botol Babcock dijaga supaya tetap
sekitar 20 sampai 300C. Kemudian cara diatas diulangi dangan
sentrifus 2 menit. Lalu dimasukkan kembali kedalam air hangat. Diulangi lagi
sentrifus selama 1 menit dan dicelup kembali pada air hangat. Sebelum melakukan
pembacaan skala celupkan terlebih dahulu pada air hangat, kemudian panaskan
pada penangas air dengan suhu kurang lebih 57,2 sampai 600 C selama
3 menit
3.2.4. Analisa Kandungan Antioksidan
Dimasukan 1 ml larutan DPPH 20 mM ke dalam 1 ml sampel, dan menginkubasinya pada suhu kamar
selama 30 menit. Setelah itu larutan diencerkan dengan metanol hingga volumenya
menjadi 5 ml. Kemudian membaca absorbansi sampel tersebut dengan
spektofotometer pada panjang gelombang 517 nm. Untuk mengetahui kadar
antioksidan, pada analisis ini juga diperlukan larutan blanko. Larutan blangko
dibuat dengan mencampurkan semua larutan seperti prosedur di atas, tetapi 1 ml sampel diganti dengan 1 ml metanol.
3.2.5.
Masa simpan
Masa simpan dinilai dengan cara
hasil pengukuran pH,total bakteri, analisa uji lemak dan analisa kandungan
antioksidan yang diamati pada waktu 0 jam, 4 jam, dan 6 jam. Sehingga hasil
yang diperoleh dapat menentukan masa simpan susu.
4.1.
Anggaran Biaya
No.
|
Kegiatan
|
Jumlah Biaya (Rp)
|
1
|
peralatan penunjang
|
1.154.500
|
2
|
Bahan habis pakai
|
5.912.000
|
3
|
Perjalanan
|
1.945.000
|
4
|
Dan lain lain
|
2.200.000
|
Total
|
11.211.500
|
4.2.
Jadwal Kegiatan
No
|
Kegiatan
|
Bulan
ke
|
|||||||||||
1
|
2
|
3
|
|||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1
|
Survey
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2
|
Persiapan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Pengambilan
data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Pengumpulan
data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Pengolahan
data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6
|
Penyusunan
laporan awal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7
|
Penulisan
laporan akhir
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8
|
Publikasi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
DAFTAR
PUSTAKA
Amritama,
D. 2007. Asap Cair. http://tech.groups.yahoo.comessage/7945.
Diakses tanggal 4 Sepetember 2014.
Anang M.
Legowo, PhD. (2004). Mengawetkan Susu Segar dengan LP-System. Kompas 7 Juli
2004.
Buckle,
K. A, R. A Edwards, G. H, Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan.
H. Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta
Codex Alimentarius Comission. 2004. CAC/RCP
57-2004 : CODE OF HYGIENIC PRACTICE FOR MILK AND MILK PRODUCTS. FAO
and WHO, Rome.
Cornell University. 2000. Pasteurized versus Ultra Pasteurized Milk – Why such
Sell-by Dates
?. Cornell University’s College of
Agriculture and Life Sciences Web site.
Darmadji,
Purnomo. 1996. Antibakteri Asap Cair Dari Limbah Pertanian Agritech 16(4)
19-22. Yogyakarta.
Febriani,
R.A. 2006. Pengaruh konsentrasi larutan asap cair terhadap mutu belut
(Monopterus albus) asap yang disimpan pada suhu kamar [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Girard,
J. P. 1992. Smoking in Technology of Meat and Meat Products. J.P. Girard (ed).Ellis Horwood. New York.
Gumanti,
F.M. 2006. Kaj ian sistem produksi dest i lat asap tempurung kelapa dan
pemanfaatannya sebagai alternatif bahan pengawet mie basah [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Haras,
A. 2004. Pengaruh konsentrasi asap cair dan lama perendaman terhadap mutu fillet
cakalang (Katsuwonus pelamis L) asap yang disimpan pada suhu kamar [skripsi].
Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Jay, M.J. 1996. Modern Food Microbiology. Fifth Ed. International Thomson Publishing, Chapman & Hall Book, Dept. BC. p. 469−471
Jayarao, B.M., S.C. Donaldson, B.A. Straley, A.A. Sawant, N.V. Hegde, and J.L. Brown. 2006. A
survey of foodborne pathogens in bulk tank
milk and raw milk consumption among farm
families in Pennsylvania. J. Dairy Sci.
(89): 2451−2458.
Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Edisi kelima, terjemahan
Aminuddin, P. UI-Press, Jakarta.
Nurdin, E. 2011.
Penyediaan Pakan Adiktif Herbal Bermineral Organik Untuk Menghasilkan Susu
Organik. Lp-Unand
9
|
White Turmeric (Curcuma zedoaria rosc.), and Manggo
Turmeric (Curcuma mannga val). Vol
16/21:1373-1377. DOI.103923/pjbs. Asian Network for Scientific Information.
Prananta, Juni. 2005. Pemanfaatan Sabut dan
Tempurung Kelapa serta Cangkang Sawit Untuk Pembuatan Asap Cair Sebagai
Pengawet Makanan Alami. http://word-to-pdf.abdio.com. Quickly Convert Word
(doc) RTF HTM CSS TXT to PDF.Universitas Malikussaleh Lhokseumawe.
Pszczola, D.E., 1995. Tour Highlights Production
and Users of Smoke Based Flavours.
Food Technology (1)70-74.
Siskos, I., A. Zotos., S. Melidou, and R. Tsikritzi.
2007. The effect of liquid smoking of fillets of trout (Salmo gairdnerii) on
sensory, microbiological and chemical changes during chilled storage. Food
Chem. 101: 458-464.
Standar Nasional Indonesia. 2000. No.:01-6366-2000.
Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dan Batas Maksimum Residu Dalam Bahan Makanan
Asal Hewan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar