SYARI’AH
Pengertian
Secara etimologi syariah berarti aturan atau ketetapan yang
Allah perintahkan kepada hamba-hamba-Nya, seperti: puasa, shalat, haji, zakat
dan seluruh kebajikan. Kata syariat berasal dari kata syar’a al-syai’u yang
berarti menerangkan atau menjelaskan sesuatu. Atau berasal dari kata syir’ah
dan syariah yang berarti suatu tempat yang dijadikan sarana untuk mengambil air
secara langsung sehingga orang yang mengambilnya tidak memerlukan bantuan alat
lain. Syariat dalam istilah syar’i hukum-hukum Allah yang disyariatkan kepada
hamba-hamba-Nya, baik hukum-hukum dalam Al-Qur’an dan sunnah nabi Saw dari
perkataan, perbuatan dan penetapan. Syariat dalam penjelasan Qardhawi adalah
hukum-hukum Allah yang ditetapkan berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan sunnah
serta dalil-dalil yang berkaitan dengan keduanya seperti ijma’ dan
qiyas. Syariat Islam dalam istilah adalah apa-apa yang disyariatkan Allah
kepada hamba-hamba-Nya dari keyakinan (aqidah), ibadah, akhlak, muamalah,
sistem kehidupan dengan dimensi yang berbeda-beda untuk meraih keselamatan di
dunia dan akhirat.
Syari'ah Dalam Arti Luas
Dalam arti
luas "al-syari’ah" berarti seluruh ajaran Islam yang berupa
norma-norma ilahiyah, baik yang mengatur tingkah laku batin (sistem
kepercayaan/doktrinal) maupun tingkah laku konkrit (legal-formal) yang
individual dan kolektif.
Syari'ah Dalam Arti
Sempit
Dalam
arti sempit "al-syari’ah" berarti norma-norma yang mengatur sistem tingkah
laku individual maupun tingkah laku kolektif. Berdasarkan pengertian
ini, al-syari’ah dibatasi hanya meliputi ilmu fikih dan usul fikih.
Syari'ah dalam arti sempit (fikih) itu sendiri dapat
dibagi menjadi tiga bidang:
·
Ibadah
·
mu’amalah
·
‘uqubah dan lainnya.
Prinsip-Prinsip
Syariat Islam
Syari’ah
Islam mempunyai prinsip-prinsip yang secara keseluruhan merupakan kekhususan
(spesifikasi) yang membedakan dengan peraturan-peraturan lainnya.
Prinsip-prinsip dasar tersebut ada lima, yaitu
1. Tidak
Memberatkan
Hal
ini berarti bahwa syari’ah Islam tidak membebani manusia dengan kewajiban di
luar kemampuannya, sehingga tidak berat untuk dilaksanakan. Firman
Allah SWT antara lain :
“... dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. “
(QS. Al Hajj: 78).
“...
Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu ...
“. (QS. Al Baqarah : 185).
“Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan)
yang dikerjakannya. (mereka berdoa):”Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami
jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan
kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang
sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak
sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah
kami. Engkau-lah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”.
(QS. Al Baqarah: 286).
2. Menyedikitkan
Beban
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan
kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu
diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang
hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (QS. Al Maidah: 101).
Kandungan
ayat tersebut menunjukkan bahwa hal-hal yang tidak disebutkan dalam syari’at
Islam tidak perlu dipertikaikan bagaimana ketentuan hukumnya, hal itu merupakan
rahmat Allah SWT untuk tidak memperbanyak beban kepada umat manusia.
3. Berangsur-angsur
Dalam Menetapkan Hukum
Pada
awal ajaran Islam diturunkan, Allah SWT belum menetapkan hukum
secara tegas dan terperinci, karena bangsa Arab pada waktu itu telah menggunakan
adat kebiasaan mereka sebagai peraturan dalam kehidupan. Pada
saat itu adat mereka ada yang baik dan dapat diteruskan, tetapi
ada pula yang membahayakan dan tidak layak untuk diteruskan. Oleh karena
itu syari’ah secara berangsur-angsur menetapkan hukum agar tidak
mengejutkan bangsa yang baru mengenalnya, sehingga perubahan itu tidak terlalu
dirasakan yang akhirnya sampai pada ketentuan hukum syari’ah yang
tegas.
4. Memperhatikan
Kemaslahatan Manusia dalam Menetapkan Hukum
Allah
dalam menetapkan hukum selalu memepertimbangkan kemaslahatan hidup umat
manusia. Oleh karena itu dalam proses penetapan hukum senantiasa didasarkan
pada tiga aspek :
1). Hukum
ditetapkan sesudah masyarakat membutuhkan hukum-hukum tersebut.
2). Hukum
ditetapkan hanya menurut kadar kebutuhan masyarakat.
3). Hukum
hanya ditetapkan oleh lembaga pemerintah yang berhak menetapkan hukum.
5. Keadilan
Yang Merata
Menurut
syariat Islam kedudukan semua orang adalah sama dihadapan Allah, yang
membedakan adalah tingkatan taqwa mereka. Oleh karena itu orang yang kaya
dengan orang yang miskin sama dihadapan Allah dalam hal pengadilannya. Hal ini
dijelaskan oleh Allah dalam QS. Al Maidah: 8
“Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS.
Al Maidah: 8).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar