Sabtu, 15 Oktober 2016

SYARI’AH


Pengertian

Secara etimologi syariah berarti aturan atau ketetapan yang Allah perintahkan kepada hamba-hamba-Nya, seperti: puasa, shalat, haji, zakat dan seluruh kebajikan. Kata syariat berasal dari kata syar’a al-syai’u yang berarti menerangkan atau menjelaskan sesuatu. Atau berasal dari kata syir’ah dan syariah yang berarti suatu tempat yang dijadikan sarana untuk mengambil air secara langsung sehingga orang yang mengambilnya tidak memerlukan bantuan alat lain. Syariat dalam istilah syar’i hukum-hukum Allah yang disyariatkan kepada hamba-hamba-Nya, baik hukum-hukum dalam Al-Qur’an dan sunnah nabi Saw dari perkataan, perbuatan dan penetapan. Syariat dalam penjelasan Qardhawi adalah hukum-hukum Allah yang ditetapkan berdasarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan sunnah serta dalil-dalil yang berkaitan dengan keduanya seperti ijma’ dan qiyas. Syariat Islam dalam istilah adalah apa-apa yang disyariatkan Allah kepada hamba-hamba-Nya dari keyakinan (aqidah), ibadah, akhlak, muamalah, sistem kehidupan dengan dimensi yang berbeda-beda untuk meraih keselamatan di dunia dan akhirat.

Syari'ah Dalam Arti Luas
Dalam arti luas "al-syari’ah" berarti seluruh ajaran Islam yang berupa norma-norma  ilahiyah, baik yang mengatur tingkah laku batin (sistem kepercayaan/doktrinal)  maupun tingkah laku konkrit (legal-formal) yang individual dan kolektif. 

Syari'ah Dalam Arti Sempit 
Dalam arti sempit "al-syari’ah" berarti norma-norma yang mengatur sistem tingkah laku individual maupun tingkah laku kolektif. Berdasarkan pengertian ini, al-syari’ah dibatasi hanya meliputi ilmu fikih dan usul fikih. Syari'ah dalam arti sempit (fikih) itu sendiri dapat dibagi menjadi tiga bidang:
·         Ibadah
·         mu’amalah
·         ‘uqubah dan lainnya. 

Prinsip-Prinsip Syariat Islam

Syari’ah Islam mempunyai prinsip-prinsip yang secara keseluruhan merupakan kekhususan (spesifikasi) yang membedakan dengan peraturan-peraturan lainnya. Prinsip-prinsip dasar tersebut ada lima, yaitu

1.      Tidak Memberatkan
Hal ini berarti bahwa syari’ah Islam tidak membebani manusia dengan kewajiban di luar kemampuannya, sehingga tidak berat untuk dilaksanakan. Firman Allah SWT antara lain :
 “...  dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. “ (QS. Al Hajj: 78).
 “... Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu ... “. (QS. Al Baqarah : 185).
 “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa):”Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma’aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkau-lah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. (QS. Al Baqarah: 286).

2.      Menyedikitkan Beban
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan di waktu Al Quran itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (QS. Al Maidah: 101).

Kandungan ayat tersebut menunjukkan bahwa hal-hal yang tidak disebutkan dalam syari’at Islam tidak perlu dipertikaikan bagaimana ketentuan hukumnya, hal itu merupakan rahmat Allah SWT untuk tidak memperbanyak beban kepada umat manusia.

3.      Berangsur-angsur Dalam Menetapkan Hukum
Pada awal ajaran Islam diturunkan,  Allah SWT belum menetapkan hukum secara tegas dan terperinci, karena bangsa Arab pada waktu itu telah menggunakan adat kebiasaan mereka sebagai peraturan dalam kehidupan.   Pada saat itu adat mereka ada yang baik dan dapat diteruskan, tetapi ada pula yang membahayakan dan tidak layak untuk diteruskan. Oleh karena itu syari’ah secara berangsur-angsur menetapkan hukum agar tidak mengejutkan bangsa yang baru mengenalnya, sehingga perubahan itu tidak terlalu dirasakan yang akhirnya sampai  pada ketentuan hukum syari’ah yang tegas.

4.      Memperhatikan Kemaslahatan Manusia dalam Menetapkan Hukum
Allah dalam menetapkan hukum selalu memepertimbangkan kemaslahatan hidup umat manusia. Oleh karena itu dalam proses penetapan hukum senantiasa didasarkan pada tiga aspek :
1).    Hukum ditetapkan sesudah masyarakat membutuhkan hukum-hukum tersebut.
2).    Hukum ditetapkan hanya menurut kadar kebutuhan masyarakat.
3).    Hukum hanya ditetapkan oleh lembaga pemerintah yang berhak menetapkan hukum.

5.      Keadilan Yang Merata
Menurut syariat Islam kedudukan semua orang adalah sama dihadapan Allah, yang membedakan adalah tingkatan taqwa mereka. Oleh karena itu orang yang kaya dengan orang yang miskin sama dihadapan Allah dalam hal pengadilannya. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam QS. Al Maidah: 8
 “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Maidah: 8).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar